Oleh : Buya Hamka
Kita bersyukur kepada Allah s.w.t
atas kemajuan dan kepesaan yang dicapai yang dicapai dalam perkembangan agama
Islam di kalangan saudara-saudara kita keturunan Tionghoa. Pada dua tahun yang
alah akhir-akhir ini kegiatan penyebaran agama Islam di kalangan
saudara-saudara kita keturunan Tionghoa pesat sekali. Itu adalah suatu nikmat
dari Allah s.w.t membukakan hati dari saudara-saudara kita itu. “ Minadh
dhulumaati ilan nur” : daripada gelap gulita tak tentu arah kepada Nur yaitu
Cahaya , cahaya iman , cahaya petunjuk yang diberikan oleh Tuhan.
Saya sendiri merasa pula bersyukur sepuluh
kali oleh karena terlibat dalam pekerjaan yang baik itu. Dua tiga kali setelah
menghadiri pertemuan-pertemuan, pernyataan memeluk agama Islam dari pada
berpuluh orang saudara-saudara keturunan Tionghoa , saya mengatakan terus
terang bahwa ini adalah keluar dari gelap gulita keterang benderang karena
saudara-saudara yang masuk dan memeluk Islam itu adalah dengan penuh kesadaran
dan penuh pengertian. Mereka boleh dikatakan golongan yang pada umumnya berada,
jadi orang tidak dapat lagi menggambarkan bahwa saudara-saudara itu memeluk
agama Islam sebagaimana yang digambarkan
orang berpuluh tahun yang lalu yaitu orang orang mualaf, katanya. Kalau
disebut orang mualaf, maka asosiasi pikiran bertemulah dengan orang orang yang
putus asa dalam kehidupan karena ekonomi yang sukar, lalu memeluk agama Islam ,
dimana-mana kelihatan kelemahan orang itu lalu berjalan kesana kemari diberi
orang bantuan, kadang kadang mereka itu dipencilkan pula dari keluarganya
sendiri. Disebutkan bahwa orang itu bukan masuk Islam tetapi masuk Melayu,
katanya pula. Nah ini sama sekali sekarang tidak tergambar lagi. Dengan
masuknya orang orang seperti saudara Drs.H.Junus Jahja, Drs.Moh.Budyatna MA,
saudara Drs.Akhmad Setiawan Abadi MA, dan lain lain , khusus kedua saudara
Mohammad Ali dan Mohammad Jusuf dan lain lain lagi. Kelihatan bagaimana
gembiranya mereka didalam keyakinan yang baru itu. Kita semua tahu, bahwa
saudara Drs.H.Junus Jahja yang telah memeluk agama Islam sejak dua tahun lebih nsedikit
yang telah lalu, sebelum beliau itu memeluk agama Islam, beliau terkenal
sebagai pemuka di gerakan Asimilasi. Gerakan menimbulkan rasa kebangsaan
Indonesia dalam kalangan keturunan Tionghoa. Setelah beliau menggerakkan
pekerjaan itu beberapa tahun lamanya, beliau sampai pada suatu kesimpulan ,
Asimilasi itu hendaklah lahir bathin. Asimilasi itu hendaklah sesuai dengan
keyakinan hidup, antara padangan hidup dengan penukaran nama. Jangan Cuma
penukaran nama, tetapi tidak dihayati asimilasi itu. Sebab itu beliau mempunyai
keyakinan : barulah sempurna Asimilasi itu apabila telah disertai oleh
Islamisasi. Maka setelah beliau menggerakkan Asimilasi , beliau ikut dengan
Islamisasi.
Saya melihat pada hidup beliau
sendiri : kegiatan, keikhlasan, kebesaran hati dan cahaya terang buat zaman
muka, zaman harapan: itupun dirasai
oleh orang lain! Akhirnya bagi beliau sendiri pun dapat kehormatan ditunjuk
menjadi salah seorang anggota Pengurus Harian dari Majelis Ulama Indonesia. Ini
satu bukti bahwa kehidupan beliau beliau itu dan masuknya beliau beliau itu
kedalam agama Islam, betul betul timbul dari kesadaran. Dan orang Islam yang
menyambutnya, saudara saudaranya kaum musliminpun menyambut mereka dengan tidak
ada keraguan lagi. Sebab itu saya berkeyakinan bahwasannya saudara saudara itu
memeluk agama Islam adalah sejarah baru
dalam Republik kita Indonesia ini .
Saudara saudara itu pernah
mengatakan, saudara Drs.H.Junus Jahja pernah mengatakan : “Saya sebagai muslim
dan saya sebagai warganegara Indonesia tidak lagi dikaji asli tidak aslinya.”
Dan dalam agama Islam tidak ada kaji asli tidak aslinya.: “Inna akromakum
indallaahi atqaakum.” Orang yang paling mulia pada sisi Allah ialah orang yang
lebih taqwa kepadaNya. Dan taqwa itu terletak dihatinya. Banyak pengalaman saya
dalam pergaulan dengan saudara saudara Tionghoa –muslim ini. Dalam beberapa
kali pertemuan saya dengan mereka membuka pertemuan dengan pembacaan Al Qur’an.
Bacaan Al Qur’an itu fasih, bagus, sehingga kita tidak menyangka bahwa orang
ini baru saja memeluk agama Islam. Saya juga melihat gadis gadis yang
menyatakan diri memeluk agama Islam. Lalu menukar namanya dengan Siti Aisyah,
dengan Siti Fatimah, dan lain lain.
Kelihatan juga seri pada mata
mereka itu keikhlasan hatinya. Saudara saudara Tionghoa yang memeluk agama
Islam ini adalah menjadi pelopor daripada zaman baru yang akan kita tempuh
bersama menegakkan Negara kita ini, dan membela agama kita ini. Pilihan saudara
saudara itu adalah pilihan yang tepat. Mereka mempelajari terus, memperdalam
terus, menyelidiki terus kemuliaan dan ketinggian daripada agama yang mereka
peluk ini. Didalam satu pertemuan, ananda Mohammad Jusuf memohon kepada saya
supaya diizinkan memandangnya sebagai anak saya, ia menuliskan Mohammad Jusuf
Hamka dia punya nama. Didalam satu pidato dia berjanji akan menyelidiki agama
ini lebih mendalam. Nampak pada diri mereka, pada diri Mohammad Jusuf, pada
diri yang lain lain dibawah pimpinan Drs.H.Junus Jahja kemajuan umat itu.
Menilik pada semua ini setelah
saya berusia 73 tahun sekarang ini bersyukur saya sekali lagi kepada Allah
s.w.t . sebab sejak dari 50 tahun yang lalu saya sudah bersahabat karib dengan
beberapa orang saudara kalangan Tionghoa yang memeluk agama Islam. Tentu saja
saya tidak akan melupakan sahabat karib saya saudara H.Abdul Karim Oei yang
dulu terkenal dengan nama Oei Tjeng Hien. Pernah menjadi pimpinan Muhammadiyah
daerah Bengkulu, yang Alhamdullilah, sekarang masih hidup, mudah mudahan Allah
memanjangkan usianya. Saya melihat disitu keikhlasan hati, ketekunan beragama.
Dan ketika saya di Makassar pada tahun 1932 bertemu pula dengan saudara saudara
bangsa keturunan Tionghoa P.I.T namanya
Persatuan Islam Tionghoa. Dan ditempat lain bertemu lagi yang lain. Samasekali
menunjukkan keikhlasan. Maka saya mengucapkan Selamat atas usaha ini, moga-moga
Allah member Taufiq dan Hidayahnya. Sehingga akan tercapai bagaimana
diceritakan oleh orang tua di Makassar Haji Abdullah ketika saya datang kesana
tahun 1931 bahwa disana dulu pernah ada seorang ulama , ULAMA , betul betul
Ulama, dari keturunan Tionghoa. Demikianlah juga hendaknya dalam kalangan
saudaraku yang tercinta keturunan Tionghoa yang ada di Indonesia ini sekarang.
Insya Allah, sepuluh tahun lagi
timbul ulama ulama baru yang turut mempetuahkan agama dalam kalangan keturunan
Tionghoa. Itulah sambutan saya, moga moga Allah s.w.t memberikan Taufiq dan
HidayahNya.
Jakarta
, 12 Sya’ban 1401 H / 15 Juni 1981
DR. Haji
Abdulmanik Karim Amrullah
( HAMKA )
(
Brosur Asimilasi dan Islam )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar