15 Januari 2014

ZAMAN HARAPAN BAGI KETURUNAN TIONGHOA


Oleh : Buya Hamka


Kita bersyukur kepada Allah s.w.t atas kemajuan dan kepesaan yang dicapai yang dicapai dalam perkembangan agama Islam di kalangan saudara-saudara kita keturunan Tionghoa. Pada dua tahun yang alah akhir-akhir ini kegiatan penyebaran agama Islam di kalangan saudara-saudara kita keturunan Tionghoa pesat sekali. Itu adalah suatu nikmat dari Allah s.w.t membukakan hati dari saudara-saudara kita itu. “ Minadh dhulumaati ilan nur” : daripada gelap gulita tak tentu arah kepada Nur yaitu Cahaya , cahaya iman , cahaya petunjuk yang diberikan oleh Tuhan.


 Saya sendiri merasa pula bersyukur sepuluh kali oleh karena terlibat dalam pekerjaan yang baik itu. Dua tiga kali setelah menghadiri pertemuan-pertemuan, pernyataan memeluk agama Islam dari pada berpuluh orang saudara-saudara keturunan Tionghoa , saya mengatakan terus terang bahwa ini adalah keluar dari gelap gulita keterang benderang karena saudara-saudara yang masuk dan memeluk Islam itu adalah dengan penuh kesadaran dan penuh pengertian. Mereka boleh dikatakan golongan yang pada umumnya berada, jadi orang tidak dapat lagi menggambarkan bahwa saudara-saudara itu memeluk agama Islam sebagaimana yang digambarkan  orang berpuluh tahun yang lalu yaitu orang orang mualaf, katanya. Kalau disebut orang mualaf, maka asosiasi pikiran bertemulah dengan orang orang yang putus asa dalam kehidupan karena ekonomi yang sukar, lalu memeluk agama Islam , dimana-mana kelihatan kelemahan orang itu lalu berjalan kesana kemari diberi orang bantuan, kadang kadang mereka itu dipencilkan pula dari keluarganya sendiri. Disebutkan bahwa orang itu bukan masuk Islam tetapi masuk Melayu, katanya pula. Nah ini sama sekali sekarang tidak tergambar lagi. Dengan masuknya orang orang seperti saudara Drs.H.Junus Jahja, Drs.Moh.Budyatna MA, saudara Drs.Akhmad Setiawan Abadi MA, dan lain lain , khusus kedua saudara Mohammad Ali dan Mohammad Jusuf dan lain lain lagi. Kelihatan bagaimana gembiranya mereka didalam keyakinan yang baru itu. Kita semua tahu, bahwa saudara Drs.H.Junus Jahja yang telah memeluk agama Islam sejak dua tahun lebih nsedikit yang telah lalu, sebelum beliau itu memeluk agama Islam, beliau terkenal sebagai pemuka di gerakan Asimilasi. Gerakan menimbulkan rasa kebangsaan Indonesia dalam kalangan keturunan Tionghoa. Setelah beliau menggerakkan pekerjaan itu beberapa tahun lamanya, beliau sampai pada suatu kesimpulan , Asimilasi itu hendaklah lahir bathin. Asimilasi itu hendaklah sesuai dengan keyakinan hidup, antara padangan hidup dengan penukaran nama. Jangan Cuma penukaran nama, tetapi tidak dihayati asimilasi itu. Sebab itu beliau mempunyai keyakinan : barulah sempurna Asimilasi itu apabila telah disertai oleh Islamisasi. Maka setelah beliau menggerakkan Asimilasi , beliau ikut dengan Islamisasi.


Saya melihat pada hidup beliau sendiri : kegiatan, keikhlasan, kebesaran hati dan cahaya terang buat zaman muka, zaman harapan: itupun dirasai oleh orang lain! Akhirnya bagi beliau sendiri pun dapat kehormatan ditunjuk menjadi salah seorang anggota Pengurus Harian dari Majelis Ulama Indonesia. Ini satu bukti bahwa kehidupan beliau beliau itu dan masuknya beliau beliau itu kedalam agama Islam, betul betul timbul dari kesadaran. Dan orang Islam yang menyambutnya, saudara saudaranya kaum musliminpun menyambut mereka dengan tidak ada keraguan lagi. Sebab itu saya berkeyakinan bahwasannya saudara saudara itu memeluk agama Islam adalah sejarah baru dalam Republik kita Indonesia ini .


Saudara saudara itu pernah mengatakan, saudara Drs.H.Junus Jahja pernah mengatakan : “Saya sebagai muslim dan saya sebagai warganegara Indonesia tidak lagi dikaji asli tidak aslinya.” Dan dalam agama Islam tidak ada kaji asli tidak aslinya.: “Inna akromakum indallaahi atqaakum.” Orang yang paling mulia pada sisi Allah ialah orang yang lebih taqwa kepadaNya. Dan taqwa itu terletak dihatinya. Banyak pengalaman saya dalam pergaulan dengan saudara saudara Tionghoa –muslim ini. Dalam beberapa kali pertemuan saya dengan mereka membuka pertemuan dengan pembacaan Al Qur’an. Bacaan Al Qur’an itu fasih, bagus, sehingga kita tidak menyangka bahwa orang ini baru saja memeluk agama Islam. Saya juga melihat gadis gadis yang menyatakan diri memeluk agama Islam. Lalu menukar namanya dengan Siti Aisyah, dengan Siti Fatimah, dan lain lain.


Kelihatan juga seri pada mata mereka itu keikhlasan hatinya. Saudara saudara Tionghoa yang memeluk agama Islam ini adalah menjadi pelopor daripada zaman baru yang akan kita tempuh bersama menegakkan Negara kita ini, dan membela agama kita ini. Pilihan saudara saudara itu adalah pilihan yang tepat. Mereka mempelajari terus, memperdalam terus, menyelidiki terus kemuliaan dan ketinggian daripada agama yang mereka peluk ini. Didalam satu pertemuan, ananda Mohammad Jusuf memohon kepada saya supaya diizinkan memandangnya sebagai anak saya, ia menuliskan Mohammad Jusuf Hamka dia punya nama. Didalam satu pidato dia berjanji akan menyelidiki agama ini lebih mendalam. Nampak pada diri mereka, pada diri Mohammad Jusuf, pada diri yang lain lain dibawah pimpinan Drs.H.Junus Jahja kemajuan umat itu.


Menilik pada semua ini setelah saya berusia 73 tahun sekarang ini bersyukur saya sekali lagi kepada Allah s.w.t . sebab sejak dari 50 tahun yang lalu saya sudah bersahabat karib dengan beberapa orang saudara kalangan Tionghoa yang memeluk agama Islam. Tentu saja saya tidak akan melupakan sahabat karib saya saudara H.Abdul Karim Oei yang dulu terkenal dengan nama Oei Tjeng Hien. Pernah menjadi pimpinan Muhammadiyah daerah Bengkulu, yang Alhamdullilah, sekarang masih hidup, mudah mudahan Allah memanjangkan usianya. Saya melihat disitu keikhlasan hati, ketekunan beragama. Dan ketika saya di Makassar pada tahun 1932 bertemu pula dengan saudara saudara bangsa keturunan Tionghoa P.I.T  namanya Persatuan Islam Tionghoa. Dan ditempat lain bertemu lagi yang lain. Samasekali menunjukkan keikhlasan. Maka saya mengucapkan Selamat atas usaha ini, moga-moga Allah member Taufiq dan Hidayahnya. Sehingga akan tercapai bagaimana diceritakan oleh orang tua di Makassar Haji Abdullah ketika saya datang kesana tahun 1931 bahwa disana dulu pernah ada seorang ulama , ULAMA , betul betul Ulama, dari keturunan Tionghoa. Demikianlah juga hendaknya dalam kalangan saudaraku yang tercinta keturunan Tionghoa yang ada di Indonesia ini sekarang.


Insya Allah, sepuluh tahun lagi timbul ulama ulama baru yang turut mempetuahkan agama dalam kalangan keturunan Tionghoa. Itulah sambutan saya, moga moga Allah s.w.t memberikan Taufiq dan HidayahNya.

Assalamualaikum wr,wb                                        


 Jakarta , 12 Sya’ban 1401 H  /  15 Juni 1981 
                                                             DR. Haji Abdulmanik Karim Amrullah  
                                                                                      ( HAMKA )


                                                                          ( Brosur Asimilasi dan Islam )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar