31 Desember 2013

KELOMPOK TUJUH SUDAH ISLAMKAN 61 KETURUNAN TIONGHOA


Sejak Januari sampai dengan awal Maret 81 kelompok tujuh telah mengislamkan 61 orang keturunan Tionghoa DKI Jaya termasuk di antaranya 6 pedagang besar, 2 intelektual dan 1 orang asing (Amerika). Demikian H. Sudrajat Brotokuncoro sebagai sekretaris atau bendahara kelompok tujuh dalam kesempatan bincang-bincangnya dengan “B.post”. 

Acara pengislaman 15 keturunan Tionghoa, Kamis malam di PCI oleh Buya Hamka dan Haji Turino Junaedy merupakan salah satu kegiatan kelompok tujuh juga. Tentang kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan kelompok tujuh, menurut  Sudrajat melakukan bimbingan pada keturunan Tionghoa yang sudah masuk Islam di samping pengajian atau ceramah setiap bulannya di PCI.

Dalam kesempatan temu muka dengan masyarakat Islam di bilangan Karang Anyar, Haji Sudrajat mengharapkan agar mereka-mereka keturunan TIonghoa bisa diajak ke jalan yang diridhoi Allah SWT. Seperti sembahyang Jumat, ke mesjid, atau mendengarkan ceramah-ceramah oleh ustadz yang datang kemari. Hal ini perlu diperhatikan mengingat masuknya keturunan Tionghoa ke dalam agama Islam jangan hanya Islam KTP, mereka harus dibimbing serta diarahkan ke jalan yang benar dan ini bukan saja tugas kelompok tujuh tapi tugas semua kaum muslimin atau muslimat. Kata Haji Sudrajat menegaskan.

 
SIAPA HAJI SUDRAJAT?

Bagi kalangan rekan-rekan pers di tahun 60-an, nama Haji Sudrajat sebenarnya tidak asing lagi. Karena pada tahun-tahun tersebut ia pernah menjabat Pimpinan Redaksi salah satu mass media. Kemudian pada tahun 63-64 menjabat sebagai Asisten Perpustakaan Mesjid Al-Azhar, Kebayoran Baru (Jaksel). Dan tentu saja tak mengherankan kalau pada kesempatan-kesempatan tertentu hubungan bathin yang sudah terjalin dengan Buya Hamka tak pernah menampik, khususnya mengirimkan doa kepada Nya agar usia Buya Hamka dipanjangkan oleh Tuhan YME.

Mengenai pengalaman – pengalaman pahit yang dialami Haji Sudrajat cukup lumayan, seperti suatu ketika ia bermaksud  menemui seseorang tapi untuk ongkos tak punya, berkat doa sehabis sembahyang Tahajut keesokan harinya ada saja orang yang memberikan rezeki/uang. Begitu juga kiriman doa pada ibunya yang sudah tiada tak pernah dilupakan, sebab ibu yang melahirkan dan merawatnya. Budi yang tak dapat dibalas dengan apa pun kecuali amal bhakti anak terhadap orang tua.

Hingga berita ini naik cetak, kelompok tujuh telah berhasil memasukkan 7 orang keturunan Tionghoa ke Pesantren-pesantren yang ada di Jakarta, Sukabumi, Bogor dan Cianjur. Menurut Haji Sudrajat, keinginan membentuk cabang kelompok tujuh di daerah – daerah seperti Semarang, Solo atau Medan sudah ada namun mengingat sesuatu dan lain hal pelaksanaan itu belum bisa dikabulkan. Demikian Haji Sudrajat Brotokuncoro.






( Banjarmasin Post, 12 April 1981 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar