Sejak Januari sampai dengan awal
Maret 81 kelompok tujuh telah mengislamkan 61 orang keturunan Tionghoa DKI Jaya
termasuk di antaranya 6 pedagang besar, 2 intelektual dan 1 orang asing
(Amerika). Demikian H. Sudrajat Brotokuncoro sebagai sekretaris atau bendahara
kelompok tujuh dalam kesempatan bincang-bincangnya dengan “B.post”.
Acara pengislaman 15 keturunan
Tionghoa, Kamis malam di PCI oleh Buya Hamka dan Haji Turino Junaedy merupakan
salah satu kegiatan kelompok tujuh juga. Tentang kegiatan-kegiatan sosial yang
dilakukan kelompok tujuh, menurut Sudrajat melakukan bimbingan pada keturunan Tionghoa
yang sudah masuk Islam di samping pengajian atau ceramah setiap bulannya di
PCI.
Dalam kesempatan temu muka dengan
masyarakat Islam di bilangan Karang Anyar, Haji Sudrajat mengharapkan agar
mereka-mereka keturunan TIonghoa bisa diajak ke jalan yang diridhoi Allah SWT. Seperti
sembahyang Jumat, ke mesjid, atau mendengarkan ceramah-ceramah oleh ustadz yang
datang kemari. Hal ini perlu diperhatikan mengingat masuknya keturunan Tionghoa
ke dalam agama Islam jangan hanya Islam KTP, mereka harus dibimbing serta
diarahkan ke jalan yang benar dan ini bukan saja tugas kelompok tujuh tapi
tugas semua kaum muslimin atau muslimat. Kata Haji Sudrajat menegaskan.
Bagi kalangan rekan-rekan pers di
tahun 60-an, nama Haji Sudrajat sebenarnya tidak asing lagi. Karena pada
tahun-tahun tersebut ia pernah menjabat Pimpinan Redaksi salah satu mass media.
Kemudian pada tahun 63-64 menjabat sebagai Asisten Perpustakaan Mesjid
Al-Azhar, Kebayoran Baru (Jaksel). Dan tentu saja tak mengherankan kalau pada
kesempatan-kesempatan tertentu hubungan bathin yang sudah terjalin dengan Buya
Hamka tak pernah menampik, khususnya mengirimkan doa kepada Nya
agar usia Buya Hamka dipanjangkan oleh Tuhan YME.
Mengenai pengalaman – pengalaman pahit
yang dialami Haji Sudrajat cukup lumayan, seperti suatu ketika ia
bermaksud menemui seseorang tapi untuk
ongkos tak punya, berkat doa sehabis sembahyang Tahajut keesokan harinya ada
saja orang yang memberikan rezeki/uang. Begitu juga kiriman doa pada ibunya
yang sudah tiada tak pernah dilupakan, sebab ibu yang melahirkan dan merawatnya.
Budi yang tak dapat dibalas dengan apa pun kecuali amal bhakti anak terhadap
orang tua.
Hingga berita ini naik cetak,
kelompok tujuh telah berhasil memasukkan 7 orang keturunan Tionghoa ke
Pesantren-pesantren yang ada di Jakarta, Sukabumi, Bogor dan Cianjur. Menurut
Haji Sudrajat, keinginan membentuk cabang kelompok tujuh di daerah – daerah seperti
Semarang, Solo atau Medan sudah ada namun mengingat sesuatu dan lain hal
pelaksanaan itu belum bisa dikabulkan. Demikian Haji Sudrajat Brotokuncoro.
( Banjarmasin Post, 12 April 1981 )